Surabaya (perempuanriang.com) – Setiap tahun, dunia memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan sebagai momen untuk meningkatkan kesadaran dan komitmen global terhadap penghapusan segala bentuk kekerasan berbasis gender.
Tahun ini, pada 25 November 2024, peringatan tersebut kembali diadakan, membawa pesan mendalam untuk melindungi hak-hak perempuan dan mendorong keadilan.
Sejarah dan Asal Usul 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dimulai pada tahun 1991 oleh Women’s Global Leadership Institute yang diorganisasi oleh Center for Women’s Global Leadership (CWGL).
Tanggal 25 November dipilih untuk memperingati pembunuhan tragis tiga saudara perempuan Mirabal—Patria, Minerva, dan María Teresa—dari Republik Dominika pada tahun 1960, yang menjadi simbol perlawanan terhadap kekerasan berbasis gender.
Rentang waktu 16 Hari ini berakhir pada 10 Desember, yang bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia Internasional. Pemilihan rentang waktu ini melambangkan kaitan antara hak perempuan dan hak asasi manusia secara universal, mengingat bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM yang paling umum di seluruh dunia.
Mengapa Rentangnya 16 Hari?
Rentang 16 Hari ini dirancang untuk memberikan ruang kampanye yang cukup bagi berbagai pihak, baik pemerintah, organisasi masyarakat, maupun individu, untuk mengedukasi masyarakat, memobilisasi dukungan, dan menyusun kebijakan yang lebih tegas dalam menghapus kekerasan berbasis gender. Dalam periode ini, setiap harinya diisi dengan kegiatan yang memperjuangkan hak perempuan, seperti diskusi, aksi damai, seminar, dan media kampanye.
Rangkuman Peristiwa dalam Rentang Waktu 25 November – 10 Desember
25 November
Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan. Diperingati sebagai penghormatan atas pembunuhan Mirabal bersaudara (Patria, Minerva, Maria Teresa) pada 1960, yang menjadi simbol perlawanan terhadap kediktatoran di Republik Dominika. Deklarasi pertama dilakukan pada Kongres Perempuan Amerika Latin pada 1981, menjadikan tanggal ini momen untuk mengakui dan melawan kekerasan berbasis gender di seluruh dunia.
29 November
Hari Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia (Women Human Rights Defender/WHRD). Hari ini merayakan perjuangan perempuan yang membela hak asasi manusia dalam berbagai peran, seperti aktivis, advokat, dan pendamping korban. Peringatan ini pertama kali diadakan pada 2004, dengan tujuan meningkatkan kesadaran akan peran penting perempuan pembela HAM dan pentingnya perlindungan bagi mereka.
1 Desember
Hari AIDS Sedunia Ditetapkan pada 1988, hari ini menandai upaya global dalam pencegahan, pengobatan, dan penyadaran HIV/AIDS melalui kampanye tahunan.
2 Desember
Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakan. Memperingati adopsi Konvensi PBB tentang Penindasan Perdagangan dan Eksploitasi Manusia pada 1949, sebagai tonggak perlindungan terhadap korban perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak-anak.
3 Desember
Hari Internasional bagi Penyandang Disabilitas. Dirayakan sejak 1982, hari ini bertujuan meningkatkan pemahaman publik mengenai isu disabilitas dan manfaat inklusi penyandang disabilitas dalam masyarakat.
5 Desember
Hari Internasional bagi Sukarelawan. Ditetapkan PBB pada 1985 sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi sukarelawan yang membantu masyarakat di berbagai bidang.
6 Desember
Hari Tidak Ada Toleransi bagi Kekerasan terhadap Perempuan. Memperingati tragedi pembunuhan massal di Universitas Montreal, Kanada, pada 1989, di mana 14 mahasiswi tewas akibat aksi kebencian terhadap feminis.
9 Desember
Hari Pembela HAM Sedunia. Diresmikan melalui Deklarasi PBB tentang Pembela HAM pada 1998, hari ini menghormati para pembela hak asasi manusia yang berjuang untuk keadilan.
10 Desember
Hari HAM Internasional. Merayakan adopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada 1948, sebagai dokumen bersejarah yang menegaskan prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia bagi seluruh umat manusia.
Data Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia pada 2024
Pada tahun 2023, data kekerasan terhadap perempuan yang dihimpun dari Komnas Perempuan, lembaga layanan, dan Badan Peradilan Agama (BADILAG) menunjukkan penurunan total kasus sebesar 12% dibandingkan tahun 2022, dari 457.895 menjadi 401.975 kasus.
Meski begitu, tingkat pengembalian kuesioner Catahu mengalami penurunan signifikan, hanya mencapai 12% dari 993 kuesioner yang dikirim, lebih rendah dibandingkan 25% pada tahun 2022.
Pengaduan langsung ke Komnas Perempuan menunjukkan peningkatan kecil, dari 4.371 kasus pada tahun 2022 menjadi 4.374 kasus pada tahun 2023. Data kekerasan berbasis gender dari tiga lembaga menunjukkan rincian berikut:
- Komnas Perempuan: 3.303 kasus
- Lembaga Layanan: 6.305 kasus
- BADILAG: 279.503 kasus
Data ini menyoroti urgensi perlindungan yang lebih baik untuk perempuan di Indonesia.
Strategi yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Selama Peringatan
Strategi yang Boleh Dilakukan:
- Edukasi Publik: Melibatkan seminar, lokakarya, atau diskusi publik untuk meningkatkan kesadaran tentang kekerasan berbasis gender.
- Aksi Damai: Melakukan pawai, aksi seni, atau pemasangan spanduk dengan pesan anti-kekerasan.
- Kampanye Digital: Menggunakan media sosial untuk menyebarkan pesan-pesan edukatif dan mendorong masyarakat melaporkan kasus kekerasan.
- Advokasi Kebijakan: Mendesak pemerintah untuk memperkuat hukum yang melindungi perempuan dari kekerasan.
- Pemberdayaan Korban: Memberikan akses kepada layanan kesehatan, bantuan hukum, dan rehabilitasi psikologis untuk para penyintas kekerasan.
Strategi yang Tidak Boleh Dilakukan:
- Melakukan Kekerasan Balasan: Peringatan ini harus tetap mengedepankan pendekatan damai dan tidak membalas kekerasan dengan kekerasan.
- Menstigma Korban: Hindari narasi yang menyalahkan korban atau menormalisasi kekerasan.
- Politik Simbolis Tanpa Aksi Nyata: Peringatan ini seharusnya lebih dari sekadar formalitas, tetapi mendorong langkah konkret untuk perubahan.
- Mengabaikan Kelompok Rentan: Fokus harus mencakup semua perempuan, termasuk mereka dari komunitas minoritas atau dengan disabilitas.
Dampak Jangka Panjang Kampanye 16 Hari
Jika dilakukan secara konsisten dan masif, kampanye ini dapat memberikan efek positif jangka panjang, seperti:
- Peningkatan Kesadaran Publik: Masyarakat semakin memahami pentingnya menghormati hak perempuan.
- Perubahan Kebijakan: Pemerintah dan lembaga hukum lebih serius dalam menindak pelaku kekerasan.
- Pemberdayaan Korban: Memberikan rasa aman kepada korban untuk melaporkan kasus dan memulai pemulihan.
- Perubahan Budaya: Perlahan mengubah budaya patriarki yang kerap menjadi akar kekerasan terhadap perempuan.
Memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan bukan sekadar seremonial, tetapi merupakan panggilan untuk bertindak. Kekerasan terhadap perempuan adalah masalah global yang memerlukan perhatian serius dari semua lapisan masyarakat.
Mari kita gunakan momentum ini untuk memperjuangkan keadilan, melindungi hak-hak perempuan, dan menciptakan dunia yang lebih aman dan setara untuk semua. (tia)
Pantau info terbaru perempuanriang.com di Google News