Surabaya (perempuanriang.com) – Netflix kembali menghadirkan tayangan baru sebuah film dokumenter yang rilis pada 22 Desember 2023 lalu, berjudul : Curry & Cyanide : The Jolly Joseph Case.
Sebuah kasus pembunuhan yang didakwakan kepada seorang wanita terhadap 6 orang korbannya. Pembunuhan itu dilakukan dalam rentang waktu yang panjang yaitu selama 14 tahun dimulai sejak 2002 hingga 2016.
Fakta ini mungkin akan menimbulkan pertanyaan, bagaimana bisa dilakukan dalam kurun waktu selama itu tanpa seorangpun menyadari bahwa telah terjadi pembunuhan keji di sekitar mereka?
Rangkaian aksi pembunuhan dilakukan diam-diam oleh Jolly Joseph, seorang wanita berusia 47 tahun, terhadap enam anggota keluarga Ponnamattam.
Keluarga ini merupakan keluarga besar mendiang suami Jolly. Korban berturut-turut diantaranya adalah ibu mertua, ayah mertua, suami, paman, serta kerabat wanita sekaligus anaknya.
Aksi keji tersebut dilakukan secara perlahan dengan jalan memasukkan sianida ke dalam makanan. Keenam korban meninggal dengan motif yang masing-masing berbeda.
Seorang narasumber mengatakan ini bukan kategori pembunuhan berantai karena motif yang melatar belakangi tiap kasus tidaklah sama.
“Terduga pelaku membunuh beberapa orang dalam jangka waktu tertentu. Dia bukan pembunuh berantai klasik karena motif-motifnya sangat berbeda”, ujar DR. VV. Pillay, Kepala Pusat Pengendalian Racun di Institut Kedokteran Amrita.
Sementara Dr. Meghna Srivasta, Ahli Psikologi Kriminal dan Hukum juga menyebutkan, pembunuhan dikatakan berantai jika dilakukan terhadap lebih dari dua orang dan memiliki ciri khas khusus yang sama.
Meski dalam kasus Jolly tetap ada konsistensi penggunaan sianida serta motif yang sesungguhnya sama dan masuk akal yaitu demi keuntungan finansial.
Film dokumenter tentang Jolly selayaknya film dokumenter lain yang juga berupaya menghadirkan beragam narasumber, demi memunculkan keberimbangan paparan fakta.
Selain dari pihak netral (akademisi), beberapa orang dekat termasuk tetangga juga dihadirkan. Salah satu dari mereka menyebut upaya Jolly melakukan pembunuhan kemungkinan dilandasi oleh rasa tertekan akibat perilaku pihak keluarga suami.
Memang tak bisa dipungkiri jika budaya patriarki masih kuat tertanam pada keseharian keluarga-keluarga India. Namun tentu saja ini tidak bisa serta merta disetujui sebagai usaha melegitimasi perbuatan kriminal Jolly.
Narasumber utama yang dimunculkan adalah Ranji dan Rojo yang merupakan saudara ipar Jolly. Keduanya mencurigai Jolly setelah membaca ulang dan mengamati kembali fakta-fakta dalam laporan kematian keluarga mereka.
Ranji mencoba menghubungkan seluruhnya dan menemukan kejanggalan hingga ia memutuskan untuk menemui pengacara dan membawa kasus ini ke pihak kepolisian.
Beberapa pertanyaan memang akan banyak muncul sepanjang menonton film ini. Misalnya saja tentang semua pemeriksaan mayat yang baru dilakukan setelah bertahun-tahun pembunuhan terjadi.
Mengapa pihak kepolisian terus meloloskan permintaan Jolly untuk meniadakan otopsi atas meninggalnya para korban.
Selain itu juga tidak adanya kecurigaan selama lebih dari satu dekade semenjak pembunuhan pertama dilakukan, mengingat pada dasarnya Jolly hadir dalam setiap peristiwa yang bersinggungan langsung dengan para korban.
Film yang disutradarai oleh Christo Tomy dengan durasi 1 jam 35 menit ini menyoroti banyak celah yang dimiliki kasus ini.
Oleh sebab itu Christo mencoba memanfaatkan analisis ahli, bahan arsip serta wawancara berbagai pihak untuk berupaya memberi titik terang kasus yang mengguncang India sejak 2019 itu.
Sejak penayangan perdananya, film ini langsung tercatat sebagai Global Top 10 Netflix dalam kategori film Non English.
Christo Tomy layak mendapat perhatian khusus karena film ini tergolong berhasil memadukan kliping asli dengan foto-foto aktual dan rekaman dokumenter demi menghasilkan sebuah film thriller kriminal yang menarik.
Pantau info terbaru perempuanriang.com di Google News