Surabaya (perempuanriang.com) – Pemerintah Kota Surabaya terus menunjukkan komitmen kuat dalam mencegah pernikahan usia anak melalui berbagai program strategis. Salah satunya adalah penyelenggaraan kegiatan Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak (PPA Award) yang digelar di Royal Plaza Surabaya pada Rabu (11/6).
Acara ini melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk Forum Anak Surabaya (FAS), Duta Generasi Berencana (GenRe), Organisasi Pelajar Surabaya (Orpes), serta tokoh agama dan tokoh masyarakat. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kesadaran kolektif tentang pentingnya perlindungan hak anak.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya, Ida Widayati, menegaskan bahwa pernikahan dini merupakan bentuk pengingkaran terhadap hak anak yang semestinya mendapatkan kesempatan belajar dan berkembang.
“Pernikahan anak memutus hak mereka untuk belajar dan berkreasi. Karena itu, pemerintah kota menggandeng semua pihak, mulai dari RT/RW, NGO pemerhati anak, hingga remaja sendiri,” tegas Ida dalam siaran pers resmi, Sabtu (14/6).
Pemkot Surabaya turut mendorong peran aktif anak-anak sebagai agen perubahan. Melalui pendekatan edukasi sebaya, para remaja diberdayakan untuk menyosialisasikan bahaya pernikahan dini kepada teman sebayanya, baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat.
Kegiatan sosialisasi di Royal Plaza menjadi salah satu contoh nyata, di mana remaja menjadi pelaku utama dalam penyebaran informasi preventif. Mereka menyuarakan pentingnya mengembangkan bakat dan minat ketimbang menikah di usia muda.
“Anak-anak Surabaya sudah aktif dari anak ke anak menyosialisasikan agar tidak menikah dini. Mereka adalah generasi yang akan membawa masa depan kota,” tambah Ida.
Upaya pencegahan juga dilakukan melalui pendekatan kultural dan wilayah. Surabaya memiliki kampung ramah perempuan dan anak yang berfungsi sebagai pusat edukasi dan pemantauan komunitas dalam pencegahan pernikahan usia anak.
Ida menjelaskan bahwa pendekatan berbeda diperlukan untuk tiap wilayah. Di Surabaya Utara, misalnya, Pemkot menggandeng tokoh agama setempat agar pesan yang disampaikan lebih efektif dan mudah diterima.
“Kita sesuaikan pendekatannya. Tokoh agama dan masyarakat punya peran besar di wilayah masing-masing,” ujarnya.
Perwakilan Forum Anak Surabaya, Valencia, pelajar SMA Negeri 1 Surabaya, menyampaikan bahwa kegiatan edukatif seperti PPA Award memberi ruang kepada remaja untuk menyalurkan aspirasi dan menggali potensi.
“Di acara ini kami bisa menyuarakan aspirasi, menyampaikan ide bagaimana mencegah pernikahan anak melalui cara kami sendiri,” jelasnya.
Senada dengan Valen, Aron dari SMAN 12 Surabaya menilai edukasi ini sangat penting dalam membangun kesadaran remaja.
“Talkshow-nya membuka wawasan kami. Lebih baik mengembangkan diri daripada menikah di usia muda,” katanya.
Sementara itu, Aditya, Duta GenRe Surabaya dari SMAN 19, menekankan pentingnya momen bonus demografi yang tengah dialami bangsa. Menurutnya, edukasi seperti ini krusial dalam memastikan usia produktif tetap optimal dan tidak tersia-siakan.
“Kita harus siap menghadapi bonus demografi. Kita yang muda ini harus menjadi generasi produktif, bukan terbebani karena menikah dini,” ujarnya.
Dengan kolaborasi lintas sektor dan pemberdayaan remaja, Pemkot Surabaya berharap kasus pernikahan anak di Kota Pahlawan dapat ditekan secara signifikan, dan hak-hak anak bisa dijamin sepenuhnya demi masa depan yang lebih baik.
Jika Anda ingin saya bantu mengunggahnya ke WordPress dengan format posting SEO (termasuk meta tag, alt text untuk gambar, dan internal link), tinggal beri tahu saja. (mit)
Pantau info terbaru perempuanriang.com di Google News