Judul Buku | : | Pasta Kacang Merah |
Pengarang | : | Durian Sukegawa |
Penerjemah | : | Asri Pratiwi Wulandari |
Jumlah Halaman | : | 240 |
Penerbit | : | Gramedia Pustaka Utama |
Bertahun-tahun Sentaro hidup membosankan sebagai karyawan di sebuah toko kue Dorayaki Dora Haru. Sepanjang hari berada di depan pemanggang tanpa ada rekan dan hari libur yang bisa membuatnya istirahat sejenak dari rutinitas membuat roti. Hingga pada suatu hari, seorang wanita tua bertopi putih, berdiri di depan tokonya dan menyatakan ingin melamar pekerjaan di tempat itu.
Hal itu membuat Sentaro gamang, karena ia tak mungkin menerima apalagi mempekerjakan seorang wanita tua yang sudah berusia lebih dari 70 tahun dengan jemari aneh yang bengkok. Namun wanita itu (Tokue) berhasil meyakinkan Sentaro bahwa ia telah piawai membuat isian dorayaki berupa pasta kacang merah. Tokue mengaku telah berpengalaman selama limapuluh tahun lebih membuat kudapan manis.
Seiring waktu, Tokue menjadi rekan kerja Sentaro yang rajin dan banyak meringankan tugas di toko. Meski digaji sangat minim, Tokue mampu bekerja sepenuh hati. Ia memasak pasta dengan baik serta melayani pembeli saat Sentaro sakit. Hal ini jelas membuat toko Dorayaki Dora Haru menjadi ramai pengunjung dan penjualan meningkat.
Namun kebahagiaan itu tak lama. Rumor jari bengkok Tokue dan isu penyintas penyakit lepra, dengan cepat mengubah kondisi menjadi sebaliknya. Toko lambat-laun dijauhi pembeli hingga akhirnya kembali sepi seperti saat Tokue belum bekerja disana.
Tokue menjadi sedih. Meski ia selama ini telah rapat menyembunyikan kisah masa lalunya, toh ternyata harus terungkap juga. Dan ia juga tak ingin menyembunyikan perihal sakitnya dari Sentaro. Di luar dugaan, ternyata Sentaro berbaik hati dan masih ingin menerima Tokue bekerja. Namun keduanya tak kuasa menolak keinginan pemilik toko, yang menghendaki Tokue harus berhenti bekerja demi nama baik dan keberlangsungan toko.
Meski Undang-Undang Pencegahan Penyakit Lepra telah lama dicabut dan Tokue telah empat puluh tahun dinyatakan bebas lepra, ternyata masyarakat belum benar-benar melupakan hal itu. Penyintas penyakit Hansen (Lepra) hingga kini masih saja dikucilkan oleh masyarakat dan bahkan ditolak kembali ke keluarga mereka meski sudah dinyatakan sembuh.
Kisah masa lalu Tokue maupun Sentaro yang memiliki catatan kriminal sebagai mantan narapidana, dimunculkan Durian Sukegawa sebagai latar belakang yang cukup kuat dalam cerita. Tak hanya itu, bagaimana mereka berdua bertahan mengatasi dan menjalani hari-hari, cukup mengaduk emosi pembaca terutama kisah Tokue. Kelamnya kehidupan sebagai penyandang penyakit Lepra yang dijauhkan dari masyarakat, hingga tak ada lagi yang bersedia menerima keberadaannya hingga akhir hayat.
Persahabatan yang terjalin antara Tokue dan Sentaro banyak memberikan nasehat dan pengalaman hidup yang berharga. Setelah tak lagi bekerja di toko Dorayaki, Tokue kerapkali mengirimkan pesan untuk Sentaro menjelang akhir hidupnya. Meski sebelumnya Sentaro sempat berkunjung ke sanatorium tempat bermukim para penyintas lepra, namun Sentaro belajar banyak hal tentang kepedihan dan semangat hidup dari Tokue melalui surat-suratnya.
Tokue tak hanya hadir sebagai sahabat yang mengajarkan cara membuat pasta kacang yang lebih baik kepada Sentaro, namun juga menuturkan dan menunjukkan bahwa setiap kehidupan harus memberikan makna. Kehidupan akan berlangsung jika kita mampu melihat dan mendengar dengan seksama apa yang terjadi di sekitar kita, meski sekedar suara kacang-kacang merah.
Durian Sukegawa ingin menyampaikan pula bahwa Tokue dan Sentaro merupakan dua sahabat yang saling menguatkan. Mereka adalah dua orang hebat yang bertahan dalam kegetiran dan keterbatasan. Mencoba melewati masa-masa sulit dan mengatasi persoalan dengan cara mereka sendiri.
Terlepas dari pesan tentang kebijaksanaan serta hangatnya persahabatan, Pasta Kacang Merah juga menyajikan banyak istilah dari negeri Sakura lengkap dengan catatan kakinya. Namun sayang, nilai lebih itu sedikit diminuskan dengan pilihan font huruf pada surat-surat Sentaro. Surat itu sedikit lebih sulit terbaca ketimbang surat Takeo. Meski demikian, mungkin pembaca akan mengabaikan hal itu dan akan menganggapnya sebagai hal yang wajar. (mit)
Pantau info terbaru perempuanriang.com di Google News