Jakarta (perempuanriang.com) – Dalam momentum Hari Buruh Internasional, Komnas Perempuan menyerukan komitmen nyata dari negara dan pelaku usaha untuk menjamin pemenuhan hak serta menciptakan ruang kerja yang aman, setara, dan bebas kekerasan bagi perempuan pekerja.
Seruan ini disampaikan sebagai bentuk penghormatan atas ketangguhan perempuan yang terus berkontribusi dalam berbagai sektor meski menghadapi tantangan berat. Komnas Perempuan menekankan bahwa perempuan pekerja adalah bagian penting dari pembangunan ekonomi nasional dan transformasi sosial yang berkeadilan.
Sepanjang tahun 2024, Komnas Perempuan mencatat 2.702 kasus kekerasan terhadap perempuan di lingkungan kerja. Data ini menjadi indikator bahwa tempat kerja masih belum aman dan kekerasan berbasis gender tetap menjadi persoalan yang belum ditangani secara sistemik. Situasi diperparah oleh krisis ekonomi yang memperbesar beban psikososial dan ekonomi perempuan pekerja.
Di saat yang sama, data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan terjadi 77.965 kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepanjang tahun 2024, meningkat lebih dari 20 persen dibanding tahun sebelumnya. Sektor yang paling terdampak seperti industri pengolahan (termasuk tekstil dan garmen), jasa, dan perdagangan mayoritas diisi oleh perempuan pekerja. Meskipun data terpilah belum tersedia secara menyeluruh, tren ini menegaskan bahwa perempuan kembali menjadi kelompok paling rentan.
“Sepanjang 2025, Komnas Perempuan menerima banyak laporan dari serikat buruh terkait gelombang PHK, diskriminasi upah, hingga dampaknya terhadap krisis rumah tangga. Banyak perempuan pekerja terpaksa memangkas kebutuhan pokok, kehilangan akses pendidikan dan layanan kesehatan, serta mengalami penurunan kualitas hidup,” ungkap Komisioner Irwan Setiawan.
Komnas Perempuan menegaskan urgensi implementasi Undang-undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) di lingkungan kerja. Selama 21 tahun terakhir, Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan mengidentifikasi berbagai bentuk kekerasan seksual di perusahaan swasta, instansi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, hingga industri hiburan. Sebanyak 20 perusahaan dilaporkan tidak responsif bahkan menolak memproses laporan kekerasan seksual yang diajukan oleh pekerja perempuan.
“Temuan ini memperlihatkan perlunya mekanisme pengaduan yang aman, cepat tanggap, dan melindungi hak-hak perempuan pekerja. Dunia kerja harus menjadi ruang aman dan bebas dari kekerasan seksual,” tambah Komisioner Devi Rahayu.
Komnas Perempuan juga menyoroti nasib pekerja perempuan di sektor informal, khususnya Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang kerap mengalami kekerasan hingga kematian di tempat kerja. Tidak adanya regulasi yang melindungi mereka, akibat mandeknya pembahasan RUU Perlindungan PRT, membuat mereka semakin rentan terhadap eksploitasi dan praktik perbudakan modern.
“Tidak akan pernah ada keadilan kerja tanpa perlindungan bagi PRT. Negara wajib menjamin hak-hak mereka melalui pengesahan RUU Perlindungan PRT. Kami mendesak DPR dan pemerintah segera membahas dan mengesahkannya sebagai bentuk nyata perlindungan dari kekerasan dan eksploitasi,” tutup Irwan Setiawan. (mit)
Pantau info terbaru perempuanriang.com di Google News