Media sosial kini seolah sudah menjadi sebuah kebutuhan bagi sebagian kalangan. Lewat media sosial, orang bisa saling bertukar informasi dan hiburan lewat konten-konten yang sifatnya memengaruhi.
Mulai dari rekomendasi tempat makan, liburan, hingga produk kebutuhan sehari-hari, seperti skincare dan makeup yang tak jarang jadi konten favorit kaum perempuan.
Konten-konten yang tersebar di media sosial kerap membuat beberapa orang jadi lebih konsumtif. Dilansir dari Today, sekitar 44 persen gen Z menggantungkan keputusan pembeliannya berdasarkan rekomendasi dari influencer, sementara hanya 26 persen populasi umum yang membeli sesuatu yang disarankan oleh influencer.
Namun gerakan De-Influencing tampaknya seiring waktu mencoba membendung reaksi konsumtif itu dengan sebuah sikap yang lebih rasional dan cermat.
De-Influencing melibatkan sikap kritis terhadap kultur konsumsi, yang mendorong seseorang untuk membeli produk atau mengadopsi gaya hidup hanya karena dipengaruhi oleh influencer. De-Influencing mendorong orang untuk lebih mempertimbangkan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi mereka sendiri, sebelum membuat keputusan untuk lebih konsumtif.
Konsep De-Influencing sebenarnya mengajak publik agar tidak terus-terusan hidup dalam budaya konsumerisme serta mengajarkan kepada publik untuk membeli barang yang benar-benar dibutuhkan atau diinginkan. Publik tidak boleh merasa terdorong untuk mengonsumsi sebuah produk secara berlebihan hanya karena promosi dari influencer.
De-Influencing adalah upaya untuk membebaskan diri dari pengaruh yang tidak diinginkan atau tidak sehat, dan mengadopsi pendekatan yang lebih terinformasi dan berkelanjutan terhadap konsumsi. Ini adalah cara bagi individu untuk mendapatkan kembali kendali atas keputusan mereka sendiri dan mengembangkan identitas dan preferensi yang autentik.
Beberapa sikap yang bisa dikategorikan De-Influencing diantaranya berindikasi :
- Kritis terhadap iklan yang dipromosikan oleh influencer. Mengambil waktu untuk mengevaluasi produk atau layanan secara independen sebelum memutuskan untuk membelinya, tanpa hanya mengandalkan rekomendasi influencer.
- Membangun kesadaran tentang manipulasi visual. Menyadari bahwa banyak konten yang diposting oleh influencer mungkin telah diedit atau diproduksi dengan baik untuk menciptakan citra yang sempurna dan tidak realistis.
- Mengurangi dan membatasi konsumsi media sosial. Mengurangi jumlah waktu yang dihabiskan untuk mengonsumsi konten influencer dan fokus pada aktivitas dan hubungan yang lebih bermakna di dunia nyata.
- Menyuarakan nilai-nilai pribadi. Mempertimbangkan apakah produk atau gaya hidup yang dipromosikan oleh influencer sejalan dengan nilai-nilai pribadi dan apakah mereka benar-benar memenuhi kebutuhan.
Pantau info terbaru perempuanriang.com di Google News