De-influencing adalah tren baru di media sosial di mana influencer menggunakan platform mereka untuk mendidik pengikut mereka tentang bahaya materialisme dan konsumerisme. Influencer ini sering kali menyoroti dampak negatif dari industri fashion dan kecantikan, serta cara-cara untuk hidup lebih minimalis dan berkelanjutan.
Dampak De-Influencing bagi pelaku bisnis dapat bervariasi tergantung pada sektor industri dan strategi pemasaran yang digunakan. Berikut adalah beberapa dampak yang mungkin bisa timbul, diantaranya
Pengurangan kepercayaan konsumen
Jika konsumen semakin kritis terhadap pengaruh influencer, bisnis yang mengandalkan kampanye pemasaran influencer mungkin mengalami penurunan kepercayaan konsumen. Konsumen dapat mulai mempertanyakan keaslian dan motivasi di balik rekomendasi produk yang diberikan oleh influencer.
Perubahan prioritas konsumen
De-Influencing dapat mempengaruhi prioritas konsumen dalam pengambilan keputusan konsumsi. Konsumen mungkin lebih cenderung mempertimbangkan nilai-nilai pribadi, keberlanjutan, dan kualitas produk dibandingkan dengan sekadar mengikuti tren yang dipromosikan oleh influencer. Bisnis perlu menyesuaikan strategi pemasaran mereka untuk memenuhi preferensi baru ini.
Meningkatnya kebutuhan dan permintaan akan keaslian
De-Influencing mendorong konsumen untuk mencari pengalaman yang lebih autentik dan mendalam. Pelaku bisnis harus berfokus pada pengembangan merek yang terpercaya, transparan, dan mampu menyampaikan nilai-nilai yang konsisten dengan audiens mereka.
Kehadiran platform digital yang kuat
Dalam era De-Influencing, bisnis perlu memperkuat kehadiran mereka di platform digital dan membangun komunitas yang kuat secara online. Membangun hubungan langsung dengan konsumen melalui konten orisinal, informasi yang berguna, dan interaksi yang berarti menjadi kunci untuk mempertahankan dan menarik konsumen.
Tuntutan akan inovasi dan diferensiasi produk
Dalam upaya untuk memenuhi preferensi konsumen yang lebih kritis, bisnis mungkin perlu meningkatkan inovasi produk mereka dan membedakan diri dari pesaing. Menciptakan produk yang berkualitas tinggi, berkelanjutan, dan memiliki nilai tambah yang unik akan membantu bisnis tetap relevan di tengah pergeseran tren konsumsi.
Kolaborasi dengan micro-influencer dan brand advocates
De-Influencing tidak berarti menghilangkan sepenuhnya peran influencer dalam pemasaran. Sebaliknya, pelaku bisnis dapat bekerja sama dengan micro-influencer atau brand advocates yang memiliki komunitas yang kuat dan pengaruh yang autentik. Ini dapat membantu bisnis membangun kredibilitas dan kepercayaan konsumen yang lebih besar.
Dari segi positif, tren De-Influencing sesungguhnya telah memperkenalkan dinamika konsep baru dalam berbisnis di dunia digital. Meskipun dapat mengubah pola pemasaran yang hanya mengandalkan metode kuno seperti selama ini, De-Influencing dipercaya akan mampu memberikan hubungan yang lebih murni dan tulus dengan para konsumen.
Para pebisnis akan dapat memanfaatkan hubungan yang lebih autentik dan nyata (melalui De-Influencer) yang diharapkan akan meningkatkan kepercayaan dan keterlibatan. Penekanan pada keberlanjutan juga sejalan dengan meningkatnya permintaan konsumen akan praktek pemasaran yang lebih bertanggung jawab. Selain itu hal ini juga akan memberikan peluang bagi bisnis untuk menunjukkan sebuah komitmen terhadap nilai-nilai yang dipegang teguh. Terutama untuk menghindari jebakan keaslian semu yang dapat merusak reputasi.
Untuk itu, penting bagi pelaku bisnis untuk terus mengamati pergeseran tren konsumsi dan memperbarui strategi pemasaran mereka secara berkala. Dengan memahami dampak De-Influencing, pebisnis dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen digital yang terus berkembang.
Pantau info terbaru perempuanriang.com di Google News