Beberapa pekan lalu, WHO mengeluarkan batasan konsumsi harian atas penggunaan pemanis buatan berjenis aspartam. Mereka mengumumkan untuk pertama kalinya bahwa aspartam masuk ke dalam kategori possibly carsinogenic to humans atau kemungkinan bersifat karsinogenik (memicu kanker) pada manusia.
Sejumlah penelitian yang dicermati oleh WHO (World Health Organization), IARC (International Agency for Reasearch on Cancer) dan JECFA (Joint Expert Committee on Food Additives) menunjukkan adanya keterkaitan antar aspartam dengan kanker hati. Dalam penelitian itu IARC menggolongkan aspartam sebagai kemungkinan karsinogenik bagi manusia atau masuk kategori 2B.
Apakah sesungguhnya aspartam itu? Layakkah aspartam dikonsumsi dalam jumlah yang wajar tanpa menimbulkan efek negatif pada tubuh?
Aspartam adalah sejenis pemanis buatan yang selama ini telah digunakan secara luas dalam makanan dan minuman ringan rendah kalori. Ia merupakan senyawa kimia yang terdiri dari asam aspartat dan fenilalanin, dua asam amino alami yang bisa ditemukan dalam makanan sehari-hari.
Aspartam diketahui memiliki citarasa manis mencapai sekitar 200 hingga 300 kali lebih kuat daripada gula. Tentu saja ini menjadi catatan penting hingga anda tak boleh menambahkannya secara sembarangan pada makanan.
Keuntungan utama dari penggunaan aspartam selain bisa memberikan rasa manis pada makanan dan minuman, aspartam juga mampu menahan penambahan kalori yang signifikan pada tubuh. Oleh karena itu, aspartam sering digunakan dalam produk-produk makanan rendah kalori atau diet. Misalnya yoghurt rendah lemak, minuman energi atau soda diet, serta selai maupun coklat rendah kalori.
Beberapa badan pangan dan regulasi pemerintah di berbagai negara, termasuk Indonesia, selama ini telah mengevaluasi keamanan aspartam berdasarkan bukti ilmiah yang ada dan memberikan persetujuan untuk penggunaannya dalam jumlah yang wajar.
Badan-badan seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) di Amerika Serikat, European Food Safety Authority (EFSA) di Uni Eropa, Food Standards Australia New Zealand (FSANZ) di Australia, dan badan regulasi pangan di banyak negara lainnya, telah memberikan persetujuan untuk penggunaan aspartam sebagai pemanis buatan dalam makanan dan minuman.
WHO juga pernah merekomendasikan penggunaan aspartam dengan menetapkan batas asupan harian yang boleh digunakan adalah sebesar 40 mg per kilogram berat badan per hari. Artinya jumlah aspartam yang dianggap aman untuk dikonsumsi setiap hari adalah 40 mg dari tiap kilogram berat badan.
Di Indonesia, aspartam telah diuji dan dinilai oleh BPOM untuk menentukan dosis yang diperbolehkan dan batas aman (Acceptable Daily Intake/ADI) untuk dikonsumsi. Dalam uji coba tersebut, aspartam diputuskan boleh dan aman untuk dikonsumsi dalam dibatas yang ditetapkan.
Salah satu kelompok yang dianggap mendapat manfaat dari penggunaan aspartam adalah penderita diabetes. Aspartam tidak meningkatkan kadar gula darah, sehingga aman dikonsumsi oleh mereka yang perlu memantau asupan gula. Pilihan makanan manis menjadi lebih beragam bagi penderita diabetes tanpa khawatir memengaruhi kadar gula darah.
Selain kelompok diabetes, mereka yang fokus pada upaya menjaga kesehatan gigi juga mendapat keuntungan dari penggunaan aspartam. Pemanis ini tidak menyebabkan pembentukan plak pada gigi dan tidak memberikan nutrisi bagi bakteri mulut yang dapat menyebabkan karies gigi. Oleh karena itu, makanan dan minuman yang menggunakan aspartam dianggap dapat membantu menjaga kesehatan gigi.
Penggunaan aspartam juga memberikan manfaat bagi mereka yang memiliki masalah obesitas atau berat badan. Makanan dan minuman rendah kalori atau diet yang menggunakan aspartam, membantu mereka menikmati rasa manis tanpa memperbesar asupan kalori yang tidak diinginkan.
Meskipun telah banyak penelitian yang membuktikan keamanan aspartam, ada beberapa kontroversi dan perdebatan seputar efek sampingnya. Kebanyakan populasi dapat mengonsumsi aspartam dengan aman, kecuali bagi individu yang memiliki kondisi fenilketonuria (PKU), sebuah kelainan genetik yang mengganggu metabolisme fenilalanin.
Seperti diketahui, fenilalanin berperan dalam pembentukan hormon dopamin yang berfungsi untuk memperbaiki suasana hati dan meredakan kecemasan.
Sebagian orang memang bisa memiliki sensitivitas terhadap aspartam atau memiliki kondisi medis tertentu yang membuat mereka harus membatasi konsumsinya. Beberapa studi ilmiah menunjukkan adanya potensi efek samping seperti sakit kepala, gangguan tidur, dan masalah neurologis lainnya. Namun penelitian lebih lanjut tetap masih diperlukan untuk memahami lebih jauh tentang dampak potensialnya.
Sebaiknya, jika Anda memiliki kekhawatiran tentang penggunaan aspartam atau memiliki kondisi medis tertentu, disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi yang kompeten untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat dan sesuai dengan kebutuhan pribadi Anda. Teliti dan cermati juga label kemasan makanan untuk mengetahui seberapa banyak kandungan pemanis buatan yang digunakan pada produk.
Penting untuk diingat bahwa penggunaan aspartam sebaiknya tetap sesuai dengan jumlah yang disarankan dan sesuai dengan kebutuhan pribadi. Dengan pemahaman yang tepat, aspartam dapat menjadi pilihan pemanis rendah kalori yang aman dan bermanfaat untuk dikonsumsi.
Pantau info terbaru perempuanriang.com di Google News