Siang hari yang cerah, dua perempuan muda menggotong sebuah gawangan secara perlahan, lalu ditaruh di halaman galeri batik di sebuah rumah, di Desa Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur.
Gawangan itu tidak digunakan untuk menggantung kain batik seperti biasanya, melainkan dipenuhi berbagai jenis keperluan rumah tangga sehari-hari. Ada beras, gula, sabun cuci dan sebagainya. Tak lama, beberapa warga terlihat mengambil kebutuhan sehari-hari itu sambil mengucap, “Matur nuwun nggih, Mbak Anjani?”
“Sebelum Lebaran, setiap hari selama tiga minggu kami menyediakan sembako di gawangan untuk siapa saja yang memerlukan dan dananya berasal dari kas galeri sendiri. Sekarang setiap ada pelanggan saja, kami menyediakan sembako untuk warga sekitar, sebagai ungkapan rasa syukur,” ungkap Anjani Sekar Arum, pemilik dari Sanggar Batik Andhaka yang terus berusaha meringankan beban masyarakat sekitar akibat pandemi COVID-19.
Anjani merupakan penerima apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2017 di bidang kewirausahaan. Dua tahun setelahnya, Anjani dipercaya menjadi penggerak Desa Sejahtera Astra (DSA) di Desa Bumiaji.
Kiprah Anjani tak berhenti sampai di situ. Pada masa pandemi seperti saat ini, Anjani berupaya membantu masyarakat sekitarnya dengan kemampuan yang dimilikinya, terutama dalam membantu masyarakat di sekitarnya yang terkena pemutusan hubungan kerja akibat pandemi.
Menurut data yang dicatat oleh desa, ada sekitar 96 warga Desa Bumiaji yang terkena pemutusan hubungan kerja sebagai dampak dari pandemi yang berlangsung sejak Maret 2020. Ada yang tadinya bekerja sebagai pramusaji restoran atau toko oleh-oleh dan karyawan di lokasi wisata. Dari sebagian besar warga tersebut yang memohon bantuan, Anjani memberikan ‘kail’ bagi 13 orang dengan menjadi pewarna batik dan penjahit.
“Dari 13 orang ini, delapan orang kami latih menjahit dan lima orang lainnya kami latih untuk mewarnai batik. Mereka mendapatkan uang dari hasil karya mereka yang terjual, sama seperti pembatik yang sudah lama,” tambah Anjani.
Soal kualitas kain batik, semua tergantung pada niat sang pembatik. Jika Ia berniat membuat batik dengan tingkat kesulitan yang tinggi, akan perlu waktu yang lama, tetapi dapat dijual dengan harga yang tinggi juga. Misalnya saja, kain batik Anjani ada yang terjual seharga Rp 13 juta.
“Iya waktu itu dibeli orang Papua, alhamdulillah. Tapi itu sebelum pandemi, kalau sekarang kami memberikan diskon, misalnya yang tadinya Rp 4 juta menjadi Rp 2,5 juta,” ujar Anjani.
Pandemi juga membuat Anjani tergerak membagikan masker kain secara gratis. Ada 500 masker kain dengan motif khas batik bantengan dibagikan ke masyarakat sekitar. Hingga kini, galeri batiknya terus memproduksi masker kain batik dan sudah terjual sekitar 12 ribu buah.
Menggerakkan Desa Sejahtera
Dua tahun setelah menerima apresiasi SATU Indonesia Awards. Anjani dipercaya menjadi penggerak Desa Sejahtera Astra (DSA) di Desa Bumiaji ini.
Setelah berkolaborasi dengan DSA, Anjani dan desanya semakin dikenal se-Malang Raya (Kota Malang, Kota Batu dan Kabupaten Malang). Kini, tidak hanya melatih pembatik cilik memproduksi kain, Anjani mengembangkan kawasan wisata edukasi batik di mana pengunjung dapat berwisata sambil mempelajari proses pembuatan batik.
Kini, ada 58 anak yang belajar di sanggarnya, 28 di antaranya menjadi pembatik aktif. Sebelum terjadi pandemi, setiap bulan Anjani bersama anak-anak binaannya menghasilkan 45 kain batik, yang tiap lembarnya dapat dijual Rp300.000–Rp750.000. Produk turunannya pun semakin banyak, seperti tas, sepatu dan lukisan. Pendapatan masyarakat pun meningkat hingga 27 persen.
Pantau info terbaru perempuanriang.com di Google News