Seorang gadis kecil berusia awal belasan terlihat begitu sedih, saat mengetahui ia harus mengikuti kedua orangtuanya pindah ke kota lain.
Keluarga Simon harus pindah dari New York ke New Jersey karena sang ayah, Herb Simon (Benny Safdie) berpindah tugas. Barbara Simon (Rachel Mc Adams), sang Ibu, menjanjikan semua akan baik-baik saja. Barbara berjanji akan menetap di rumah dan memberikan waktu sepenuhnya untuk Margaret (Abby Ryder Fortson).
Kehidupan baru pun bergulir. Rumah baru, teman-teman baru, tetangga baru sekaligus sekolah baru. Semua itu membawa pengalaman baru untuk Margaret.
Termasuk kedatangan Nancy Wheeler (Elle Graham) sebagai teman sekaligus tetangga baru keluarga Simon. Nancy seorang gadis kecil dengan perspektif dewasa yang mengenalkan Margaret kepada seluk beluk pergaulan remaja pubertas.
Nancy beserta dua temannya, Janie dan Gretchen, setiap hari mengenalkan Margaret pada topik pubertas serta bagaimana menarik lawan jenis. Nancy bahkan menanamkan betapa pentingnya untuk fokus pada pertumbuhan fisik mereka. We must increase our bust jadi tema harian ketika mereka melakukan pertemuan rutinan di rumah Nancy.
Are you there God? It’s me, Margaret bergulir jenaka. Para gadis begitu repot mengeksplor hal baru tentang pubertas, agar mereka diakui bertumbuh sebagai wanita dewasa.
Mencoba mengenakan bra, melakukan senam payudara, membaca majalah dewasa, membahas ciuman pertama, hingga prediksi tentang masa menstruasi. Dialog-dialog lucu sekaligus lugu memperkaya adegan, hingga penonton diajak terus tersenyum sepanjang film bergulir.
Are you there God? It’s me, Margaret tak hanya berisi interaksi Margaret dengan teman-teman dan keluarga. Margaret juga seringkali berdialog dengan Tuhan, meski ia tak pernah tahu dimana keberadaan Tuhan. Ini seperti sebuah ironi yang coba dimunculkan sutradara, Kelly Fremon Craig.
Kelly menggambarkan Margaret begitu melibatkan Tuhan dalam setiap aspek hidupnya, padahal ia jelas-jelas tak berafiliasi pada agama apapun.
Orang tua Margaret beragama Yahudi dan Nasrani. Namun saat ini Margaret dibebaskan kedua orangtuanya untuk tidak memeluk agama apapun.
Ia boleh memilih keyakinannya sendiri setelah usianya mencapai dua belas tahun. Margaret butuh diyakinkan tentang Tuhan yang menyenangkan, dengan jalan pergi ke kuil atau pergi ke gereja. Namun dua-duanya tak membuat Margaret berjumpa dengan Tuhan. Margaret justru berhasil menemui dan merasakanNya, saat ia sedang sendiri.
Dalam proses pencarian agama (Tuhan) itu, Margaret seringkali kecewa. Apalagi saat melihat keluarga besarnya bertengkar, hanya gara-gara memperebutkan dirinya, agar mengikuti agama mereka. Kondisi ini membuat Margaret putus asa dan marah.
Ia menulis surat kepada gurunya, Mr Benedict (Echo Kellum) dan mengatakan jika agama hanya mendatangkan perpecahan dan pertikaian. Sebuah satire yang tampaknya sengaja dimunculkan sebagai pesan sekaligus kritik yang relevan dengan kondisi krisis religiusitas global.
Are you there God? It’s me, Margaret bergenre drama komedi. Film ini terasa begitu manusiawi dengan dialog-dialog sederhana namun sarat makna.
Berkisah kehidupan sehari-hari dengan beragam problematikanya sendiri. Pencarian jati diri dan eksistensi belia yang ternyata tidak mudah untuk dilalui. Hal-hal kecil di masa pubertas menjadi begitu kompleks, meski selama ini kita beranggapan mungkin itu sekedar masalah sepele.
Bisa jadi, Margaret adalah cerminan kita, anak-anak kita, teman kita, tetangga kita atau bahkan murid kita. Segala doanya adalah wujud implementasi dari keinginan sederhana, yang ia jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Terkadang ia hanya ingin agar Tuhan melindungi ibunya, agar kehidupan baik-baik saja, agar dadanya segera bertumbuh, hingga bersyukur saat merasakan ciuman pertama.
Are you there God? It’s me, Margaret berdurasi 106 menit. Disadur dari novel dengan judul yang sama yang ditulis Judy Blume pada tahun 1970. Film ini tayang perdana di Amerika pada 28 April 2023 lalu.
Pantau info terbaru perempuanriang.com di Google News