Sara, perempuan 40 tahun, memilik 11 anak buah yang semuanya perempuan. Satu persatu, karyawannya menikah lalu punya anak. Salah satu anak buahnya, Shanti, juga melewati fase sama. Bertemu tambatan hati, menikah, dan punya anak.
Sara berhadapan dengan situasi yang sulit. Dia butuh Shanti, karyawan teladan yang mampu menjawab 190 persen tugas perusahaan.
“Tapi saya harus di rumah. Suami saya enggak mau kalau anak dirawat pembantu. Sementara orang tua kami di luar kota,” kaya Shanti.
Sara kemudian mendengar kabar ini. Bahwa sejak pandemi Covid-19, sejumlah perusahaan memilih membiarkan anak buahnya kerja dari rumah. Yang penting target terpenuhi.
Benarkah membiarkan perempuan yang sudah menikah kerja di rumah cukup masuk akal?
Dalam perspektif manajemen perusahaan, membiarkan perempuan yang sudah menikah bekerja di rumah dapat memiliki beberapa keuntungan. Berikut beberapa keuntungan tersebut.
Meningkatkan fleksibilitas kerja
Memberikan opsi untuk bekerja dari rumah dapat memberikan fleksibilitas yang lebih besar bagi karyawan, terutama bagi mereka yang memiliki tanggung jawab keluarga yang besar. Fleksibilitas ini dapat meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja karyawan.
Mengurangi biaya operasional
Perusahaan dapat menghemat biaya operasional seperti sewa gedung, listrik, air, dan fasilitas lainnya jika karyawan dapat bekerja dari rumah. Hal ini dapat membantu meningkatkan efisiensi dan profitabilitas perusahaan.
Meningkatkan kepuasan karyawan
Memberikan opsi untuk bekerja dari rumah dapat meningkatkan kepuasan karyawan dan membantu perusahaan mempertahankan tenaga kerja yang berkualitas.
Namun demikian, terdapat beberapa risiko dan tantangan yang harus diperhatikan oleh perusahaan jika ingin membiarkan karyawan, terutama perempuan yang sudah menikah, bekerja dari rumah. Beberapa risiko dan tantangan tersebut meliputi.
Keterbatasan interaksi sosial
Bekerja dari rumah dapat mengurangi interaksi sosial antara karyawan dan kolega, yang dapat mengurangi kolaborasi dan produktivitas.
Sulit untuk mengawasi karyawan
Memantau dan mengawasi karyawan yang bekerja dari rumah dapat menjadi lebih sulit, sehingga perlu dilakukan upaya untuk memastikan karyawan tetap terhubung dengan tim dan memenuhi target kerja yang telah ditetapkan.
Risiko keamanan informasi
Bekerja dari rumah dapat meningkatkan risiko keamanan informasi karena karyawan dapat menggunakan perangkat dan jaringan pribadi yang lebih rentan terhadap serangan siber.
Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk mempertimbangkan keuntungan dan risiko yang terkait dengan membiarkan karyawan, terutama perempuan yang sudah menikah, bekerja dari rumah dan melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk memastikan bahwa karyawan tetap produktif, terhubung dengan tim, dan aman dalam menjalankan tugasnya.
Dan berbekal pehaman ini, Sara kemudian membiarkan Shanti bekerja di rumah dengan beberapa syarat. Di antaranya terkait target kerja, perjanjian tentang keamanan informasi, dan masih banyak lagi.
Hasilnya, di kantor, Shara tetap bekerja dengan tenang bersama sejumlah karyawan berstatus bujangan. Sementara Shanti dan karyawan lainnya tetap bekerja di rumah, lalu berkoordinasi secara online.
“Sejauh ini tidak ada masalah,” kita lihat saja nanti. Kata keduanya.
Pantau info terbaru perempuanriang.com di Google News